KEMBAR TAPI TAK SAMA
Ronggeng Gunung dan Ronggeng Amen
Telah dijelaskan pada artikel pertama mengenai Ronggeng
Gunung kini penulis akan menjelaskan mengenai adik dari Ronggeng Gunung yakni
Ronggeng Amen. Kenapa disebut adik dari Ronggeng Gunung ? Bila penasaran, simak
penjelasannya dibawah yah !!!
Ronggeng Gunung kian hari kian berkurang peminatnya
ini dikarenakan banyak orang yang menilai kesenian ini dengan kesan yang negatif,
namun masih banyak faktor lain yang menjadi penghambat perkembangan dari kesenian
Ronggeng Gunung, untuk itu guna menarik
minat kepada masyarakat Ciamis khususnya Ronggeng Gunung merubah fungsi dan isi
dari pertunjukannya dengan mengkolaborasikan kesenian Ronggeng Gunung dengan
kesenian lain.
Hal yang diperbaharui pada Ronggeng Amen ini
diantaranya merubah fungsi yang tadinya bersifat ritual dengan menonjolkan
kesan mistisnya kini pada ronggeng amen, kesan mistis tersebut hilang dang
ronggeng amen ini bersifat hiburan. Meskipun pada ronggeng gunung juga ada
bersifat hiburan tapi pada ronggeng amen ini full pertunjukanya untuk menghibur
penonton sekalian.
Menurut Nina Herliana Lubis dalam tulisanya
menyebutkan Ronggeng Amen disebut Ronggeng kidul karena berasal dari daerah kidul
kabupaten Ciamis yaitu yang sekarang menjadi kabupaten Pangandaran, terciptanya
Ronggeng Amen yaitu perpaduan dari kesenian Ronggeng Gunung dan Ronggeng Kaler.
Untuk kata "Amen" Disini menuru bahasa
jawa kuno berarti menghibur. Dan kata amen juga diambil dari awal terbentuknya
kesenian ini yaitu dari Mengamen dari kampung ke kampung dengan menarikan tari
ronggeng, maka timbulah nama Ronggeng Amen. Sangat sesuai dengan fungsinya yang
utama dari ronggeng amen ini yaitu untuk hiburan baik untuk acara hajat
pernikahan, khitanan, ataupun acara syukuran lainya.
Kesenian ini lebih banyak diminati daripada Ronggeng
Gunung hal itu dikarenakan Ronggeng Amen lebih bisa mengikuti zaman
dibandingkan Ronggeng Gunung, dan pada kesenian Ronggeng Amen terdapat
kebebasan, siapa saja wanit yang mau bergabung maka ia dapat menjadi ronggeng dengan
latihan yang tidak seberat untuk menjadi Ronggeng pada kesenian Ronggeng Gunung
yang mesti dilakukan proses yang sangat lama.
Untuk penyajian dari Ronggeng Amen ini berbeda
sedikit dari Ronggeng Gunung yang biasanya pada Ronggeng Gunung, sinden biasa
merangkap sebagai penari dan alat musiknya hanya menggunakan 3 waditra saja.
nah pada Ronggeng amen sinden tidak merangkap jadi penari dan alat musiknya
juga lebih meriah yaitu menggunakan seperangkat gamelan yang isinya terdapat
alat musik seperti saron 1 dan 2, bonang, rincik, panerus, jenglong lanang,
jenglong wadon, gambang, rebab dan kendang. Untuk lagu-lagu yang dinyanyikanya
yaitu lagu-lagu Kiliningan dan lagu yang biasa dinyanyikan diantaranya yaitu
lagu kosongan, jongrang, tonggeret dll.
Sedangkan untuk tarianya sama seperti Ronggeng Gunung
yaitu pola lingkaran dengan penari yang dikelilingi oleh kaum laki-laki. Namun Ronggeng
amen juga mengalami perubahan seiring berjalanya waktu guna untuk menyesuaikan
kepada kebutuhan zaman sekarang. Perubahan tersebut diantara perubahanya yaitu
dari segi kostum dan cara penyajianya hal ini disampailan oleh bapak Hendi pada
tanggal 15 januari 2015. Adapun perbedan dari segi kostum pada zaman dahulu dan
sekarang yaitu bisa dilihat kallau jaman dahulu penari hanya menggunakan apok
sebagai penutup dada sedangkan sekarang sudah menggunakan baju kebaya dan rok
panjang guna memudahlan gerak dan ada juga ibu-ibu yang mengenakan jilbab saat
menari guna mencegah tindakan-tindakan negatif yang akan terjadi.
Grup dari kesenian Ronggeng Amen yang masih eksis
sampai sekarang diantaranya yaitu grup " Cahaya Gumilang " Pimpinan
bapak hendi yang telah berdiri sejak tahun 1980. Dan grup "Baranang Siang".
Sebagian masyarakat menyebut kesenian Ronggeng
gunung, Ronggeng amen atau Ronggeng kaler dengan istilah Tayuban (Sujana,
2002:10). Penyebutan ini mungkin terkait dengan suatu kenyataan bahwa dalam
acara Tayuban, penari pria menampilkan tarian yang bebas sekehendak hati namun
harus sesuai dengan musik pengiring. Dahulu, arena Tayuban sering dij adikan
sebagai tempat hiburan pribadi atau kalangenan menari dengan ronggeng, bahkan
sering pula dibarengi dengan mabuk-mabukan. Arena Tayuban kadang kala
menimbulkan ekses yang kurang baik yaitu adanya perilaku yang menyimpang dari
norma dan etika agama (Sudarto, 2001:5)
Kesimpulan
Ronggeng Gunung maupun Ronggeng Amen merupakan
kesenian asli dari Indonesia khususnya dari Jawa barat yang tidak menutup
kemungkinan seiring berjalanya waktu bila kita tidak memperhatikan terhadap
kesenian ini maka, lama-kelamaan kesenian ini akan hilang. Untuk itu penulis
membuat ini guna menambah wawasan kepada masyarakat untuk lebih mengetahui
terhadap kesenian Ronggeng diantaranya kesenian Ronggeng Amen ini supaya kita
bisa bersama-sama menjaga dan melestarikan kebudayan dan kesenian tradisi asli
Indonesia.
Referensi :
Buku dan jurnal
1. Caturwati, E. (2006). Perempuan dan Ronggeng di
Tatar Sunda, Telaah Sejarah Budaya. Bandung: Pusat Kajian Lintas Budaya dan
Pembangunan.
2. Lubis, H., N. & U. Darsa. (2015). Perkembangan
Ronggeng sebagai Seni Tradisi di Kabupaten Pangandaran. Panggung 25 (1), 71-80.
3. Purwanti, D. (2017). Ibing Lulugu dalam Kesenian
Ronggeng Amen Grup Baranang Siang. (Skripsi). Institut Seni dan Budaya
Indonesia (ISBI) Bandung.
Dokumentasi
1. Etty S. Tahun 2008
Penulis
Rizki Syaepul Muhyidin
18123035
Tidak ada komentar:
Posting Komentar