Jumat, 17 Mei 2019

Kesenian Ronggeng Gunung Dan Ronggeng Amen


KEMBAR TAPI TAK SAMA

Ronggeng Gunung dan Ronggeng Amen

Telah dijelaskan pada artikel pertama mengenai Ronggeng Gunung kini penulis akan menjelaskan mengenai adik dari Ronggeng Gunung yakni Ronggeng Amen. Kenapa disebut adik dari Ronggeng Gunung ? Bila penasaran, simak penjelasannya dibawah yah !!!
Ronggeng Gunung kian hari kian berkurang peminatnya ini dikarenakan banyak orang yang menilai kesenian ini dengan kesan yang negatif, namun masih banyak faktor lain yang menjadi penghambat perkembangan dari kesenian Ronggeng Gunung,  untuk itu guna menarik minat kepada masyarakat Ciamis khususnya Ronggeng Gunung merubah fungsi dan isi dari pertunjukannya dengan mengkolaborasikan kesenian Ronggeng Gunung dengan kesenian lain.
Hal yang diperbaharui pada Ronggeng Amen ini diantaranya merubah fungsi yang tadinya bersifat ritual dengan menonjolkan kesan mistisnya kini pada ronggeng amen, kesan mistis tersebut hilang dang ronggeng amen ini bersifat hiburan. Meskipun pada ronggeng gunung juga ada bersifat hiburan tapi pada ronggeng amen ini full pertunjukanya untuk menghibur penonton sekalian.

Menurut Nina Herliana Lubis dalam tulisanya menyebutkan Ronggeng Amen disebut Ronggeng kidul karena berasal dari daerah kidul kabupaten Ciamis yaitu yang sekarang menjadi kabupaten Pangandaran, terciptanya Ronggeng Amen yaitu perpaduan dari kesenian Ronggeng Gunung dan Ronggeng Kaler.

Untuk kata "Amen" Disini menuru bahasa jawa kuno berarti menghibur. Dan kata amen juga diambil dari awal terbentuknya kesenian ini yaitu dari Mengamen dari kampung ke kampung dengan menarikan tari ronggeng, maka timbulah nama Ronggeng Amen. Sangat sesuai dengan fungsinya yang utama dari ronggeng amen ini yaitu untuk hiburan baik untuk acara hajat pernikahan, khitanan, ataupun acara syukuran lainya.

Kesenian ini lebih banyak diminati daripada Ronggeng Gunung hal itu dikarenakan Ronggeng Amen lebih bisa mengikuti zaman dibandingkan Ronggeng Gunung, dan pada kesenian Ronggeng Amen terdapat kebebasan, siapa saja wanit yang mau bergabung maka ia dapat menjadi ronggeng dengan latihan yang tidak seberat untuk menjadi Ronggeng pada kesenian Ronggeng Gunung yang mesti dilakukan proses yang sangat lama.

Untuk penyajian dari Ronggeng Amen ini berbeda sedikit dari Ronggeng Gunung yang biasanya pada Ronggeng Gunung, sinden biasa merangkap sebagai penari dan alat musiknya hanya menggunakan 3 waditra saja. nah pada Ronggeng amen sinden tidak merangkap jadi penari dan alat musiknya juga lebih meriah yaitu menggunakan seperangkat gamelan yang isinya terdapat alat musik seperti saron 1 dan 2, bonang, rincik, panerus, jenglong lanang, jenglong wadon, gambang, rebab dan kendang. Untuk lagu-lagu yang dinyanyikanya yaitu lagu-lagu Kiliningan dan lagu yang biasa dinyanyikan diantaranya yaitu lagu kosongan, jongrang, tonggeret dll.

Sedangkan untuk tarianya sama seperti Ronggeng Gunung yaitu pola lingkaran dengan penari yang dikelilingi oleh kaum laki-laki. Namun Ronggeng amen juga mengalami perubahan seiring berjalanya waktu guna untuk menyesuaikan kepada kebutuhan zaman sekarang. Perubahan tersebut diantara perubahanya yaitu dari segi kostum dan cara penyajianya hal ini disampailan oleh bapak Hendi pada tanggal 15 januari 2015. Adapun perbedan dari segi kostum pada zaman dahulu dan sekarang yaitu bisa dilihat kallau jaman dahulu penari hanya menggunakan apok sebagai penutup dada sedangkan sekarang sudah menggunakan baju kebaya dan rok panjang guna memudahlan gerak dan ada juga ibu-ibu yang mengenakan jilbab saat menari guna mencegah tindakan-tindakan negatif yang akan terjadi.

Grup dari kesenian Ronggeng Amen yang masih eksis sampai sekarang diantaranya yaitu grup " Cahaya Gumilang " Pimpinan bapak hendi yang telah berdiri sejak tahun 1980. Dan grup "Baranang Siang".

Sebagian masyarakat menyebut kesenian Ronggeng gunung, Ronggeng amen atau Ronggeng kaler dengan istilah Tayuban (Sujana, 2002:10). Penyebutan ini mungkin terkait dengan suatu kenyataan bahwa dalam acara Tayuban, penari pria menampilkan tarian yang bebas sekehendak hati namun harus sesuai dengan musik pengiring. Dahulu, arena Tayuban sering dij adikan sebagai tempat hiburan pribadi atau kalangenan menari dengan ronggeng, bahkan sering pula dibarengi dengan mabuk-mabukan. Arena Tayuban kadang kala menimbulkan ekses yang kurang baik yaitu adanya perilaku yang menyimpang dari norma dan etika agama (Sudarto, 2001:5)

Kesimpulan
Ronggeng Gunung maupun Ronggeng Amen merupakan kesenian asli dari Indonesia khususnya dari Jawa barat yang tidak menutup kemungkinan seiring berjalanya waktu bila kita tidak memperhatikan terhadap kesenian ini maka, lama-kelamaan kesenian ini akan hilang. Untuk itu penulis membuat ini guna menambah wawasan kepada masyarakat untuk lebih mengetahui terhadap kesenian Ronggeng diantaranya kesenian Ronggeng Amen ini supaya kita bisa bersama-sama menjaga dan melestarikan kebudayan dan kesenian tradisi asli Indonesia.

Referensi :
Buku dan jurnal
1. Caturwati, E. (2006). Perempuan dan Ronggeng di Tatar Sunda, Telaah Sejarah Budaya. Bandung: Pusat Kajian Lintas Budaya dan Pembangunan.
2. Lubis, H., N. & U. Darsa. (2015). Perkembangan Ronggeng sebagai Seni Tradisi di Kabupaten Pangandaran. Panggung 25 (1), 71-80.
3. Purwanti, D. (2017). Ibing Lulugu dalam Kesenian Ronggeng Amen Grup Baranang Siang. (Skripsi). Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Bandung.

Dokumentasi
1. Etty S. Tahun 2008

Penulis
Rizki Syaepul Muhyidin
18123035

Tidak ada komentar: