Minggu, 19 Mei 2019

Kesenian Jaipongan


Kesenian Jaipongan


Istilah Jaipongan berasal dari cengah.Cengah yaitu suara yang dikeluarkan para pengrawit sebagai respon terhadap suara kendang untuk memperkaya warna musik Kliningan Karawang (kurniati,1955:6).Jaipong ditimbulkan dari suara kendang,jakinem dari suara kenong,dan jakinom dari suara goong kecil atau kempul.Akhirnya Gugum Gumbira memilih kata jaipong,sebab dari suara kendang itulah energitik muncul.

Ketika jaipong mencuat kepermukaan,setelah dipergunakan oleh Gugum Gumbira untuk memberi nama karya tarinya,tiba tiba banyak orang yang mengaku.Namun demikian protes-protes itu tidak berarti dimata Gugum maupun masyarakat banyak,karena Gugum Gumbiralah yang mempopulerkan jaipongan.Hal ini dipahami bahwa bila dasar penciptaan seni itu komunal,maka pasti saling mengklain.

Gugum akhirnya memutuskan memilih kata jaipongan untuk memberi nama karya pertamanya yang disebut”Ketuk Tilu Perkembangan”.Dalam konteks ini,jaipongan tidak memilliki arti apa-apa.Namun ada pula yang dikemudian hari yang memberi pengertian tentang jaipong dengan konotasi yang kurang baik.Biasanya kata-kata itu keluar dari ungkapan para nayaga yang sedang berkelakar(bercanda)terutama ditunjukan kepada perempuan.Jaipong berasal dari kata jipong,seperti ungkapan ini”awas siah dijipong geura”(awas nanti dijipong)jipong dalam konteks ini berarti”disetubuhi”(Gugum,wawancara,Bandung,10 Juni 2011).Akan tetapi,sebenarnya Gugum sama sekali menamakan tariannya bukan berorientasi pengertian tersebut,karena tafsiran pengertian jaipongan dengan konotasi negatif itu muncul setelah jaipongan populer.Ada juga yang menyebutkan bahwa jaipongan berasal dari kata ja dan jipong=da di jipong.Kata-kata tersebut digunakan dalam kelakar sehari hari oleh anak-anak yang bengal(nakal).Sambil berkata dijipong si pelaku ditepak pantatnya dengan gerak cepat.Menurut Djamhur informasi ini didapatkan dari Dimyati Kepala Seksi Kebudayaan Karawang tahun 1980-an (Djamhur,wawancara,Bandung,20 Desember 2011).Namun demikian,istilah jipong yang dikemukakan Djamhur tidak pernah ditemukan oleh Gugum Gumbira sendiri.Lagi-lagi istilah ini tidak dijadikan sebagai titik pijak pengambilan istilah jaipong untuk karya baru Gugum Gumbira.Gugum lebih berorientasi pada tepakan kendang.

Istilah jaipong baru dipergunakan pada tahun 1978,ketika Gugum Gumbira membuat karyanya yang diberi nama Keser Bojong.Disatu sisi,sajian tersebut sontak menuai protes dari berbagai kalangan masyarakat.Banyak yang menganggap bahwa dalam Tari Keser Bojong terdapat unsur erotisme,terutama dengan mencuatnya unsur 3G(gitek,geol dan goyang.Reaksi masyarakat dari berbagai kalangan mengenai sajian tari jaipongan sangat luar biasa.Sorotan tertuju pada masalah 3G dari para penari wanita yang dicuatkan oleh pemberitaan mass media.Padahal 3G ini bukan konsep yang ada dalam tari jaipongan,itu hanya asumsi para pemburu berita untuk memunculkan beritanya agar laku dibaca.Disisi lain,jaipongan disambut hangat oleh masyarakat terutama oleh masyarakat menengah ke bawah,masyarakat sunda berbondong-bondong ingin mempelajarinya.

Menurut Gugum Gumbira,mengatakan sebenarnya 3G dalam jaipongan itu tidak ada,yang ada justru dalam ketuk tilu seperti keplok cendol,uyeg dan lain-lain.Gerakan pinggul dalam jaipongan muncul secara alamiah yang diakibatkan dari teknik gerakan kaki,kalaulah tampak bergoyang maksudnya tiada lain dari pernyataan keluwesan seorang wanita (Gumbira dalam Suyudi,Pikiran Rakyat,18 Januari 1984,hlm.1).

Penulis : Novia Nur Fitri
Nim : 18123043
Sumber : Skripsi Een Herdiani
Dokumentasi : Jaka Kusumah

Tidak ada komentar: