Jumat, 17 Mei 2019

Kesenian Longser


Longser


            Longser adalah salah satu jenis teater rakyat Jawa Barat yang hidup dan berkembang di daerah Priangan, terutama di daerah Bandung. Meneliti riwayat longser harus melihat kurun waktu di Bandung sekitar tahun 1915, ketika tumbuh dan berkembang pertunjukan doger (nama dari sebuah tontonan, dimana ronggengnya adalah anak perawan, dan biasanya menari cukup lama atau ngadoger). Tercatat ada suatu perubahan dari doger menjadi lengger, lalu menjadi longser. Ini adalah suatu kemungkinan. Walaupun di sini kita mencatat pula adanya kirata bahwa longser berasal dari kota long (melong = memandang) dan ser (suatu hasrat atau gairah seksual). Tapi, ini nampaknya terlalu dipaksakan.
Sruktur Longser biasanya terdiri dari : 
1.      Tatalu dengan lagu Gonjing sebagai bewara bahwa pertunjukan Longser
2.   Kidung sebagai bubuka yang dianggap memiliki kekuatan magis untuk upaya pertunjukan lancar juga disisi lain kidung dipakai lagu persembahan pada arwah nenek moyang kidung biasanya dinyanyikan oleh ronggeng yang perkembangannya dinyanyikan oleh Sinden.
3.     Munculnya penari-penari yang diawali dengan wawayangan ( tarian perkenalan para ronggeng dengan memperkenalkan para penari dengan julukan seperti si Batresi Oray, Si Asoy,si Geboy. goyang pinggul diistilahkan dengan eplok cendol , tari yg dibawakan adalah ketuk tilu / Cikeruhan
4.    Penampilan bobodoran dengan musik dan tarian biasanya bodor menirukan tarian ronggeng / kata-kata sehingga penonton tertawa
5.    Pertunjukan Longser memainkan sebuah lakon yang diambil dari  kehidupan seharian seperti perkawinan, pertengkaran, perceraian . Setiap cerita dibawakan dengan penuh canda, atau banyolan khas lokal.
Musik Longser sebelum berkembang terdiri dari :
1.      kendang
2.      terompet
3.      rebab
4.      saron
5.      goong
6.      kecrek

Perkembangan selanjutnya menjadi lengkap :
1.      kendang
2.      bonang
3.      rebab
4.      rincik
5.      gambang
6.      saron 1 saron 2
7.      kecrek
8.      jengklong
9.      goong
10.  ketuk

            Proses tumbuh-kembang longser tidak terlepas dari nama Bang Tilil (tilil = nama burung kecil yang terdapat di daerah rawa). Nama aslinya Akil, namun nama asli biasanya kalah popular daripada nama bama julukan, sebagaimana umumnya seniman teater rakyat lainnya di Jawa Barat. Dalam kurun waktu 1920-1960, longser Bang Tilil mencapai puncak kejayaan, terbukti dengan hadirnya berbagai kelompok longser lain di luar kelompok Bang Tilil Misalnya, Bang Soang, Bang Kayu, Bang Timbel, Bang Cineur (dari Cimahi), Bang Kayu (Batu Karut), Bang Auf (dari Kamasan).
            Sumanta (dari Cikuda). Kemudian, baru tahun 1939 Ateng Japar membentuk Longser Pancawarna, memisahkan diri dari Longser Bang Tilil. Ada semacam perjanjian tak tertulis pembagian wilayah pertunjukan antara Bang Tilil dengan Ateng Japar. Bang Tilil menguasai wilayah pertunjukan kota Bandung (Stasiun, Alun-alun, Tegal Lega, Cicadas, Andir, Cikawao, dan wilayah lain di kota Bandung). Sementara Longser Ateng Japar menguasai wilayah luar kota Bandung (Pangalengan, Cililin, Banjaran, Soreang, dan lain-lain). Akibat penjajahan Jepang, banyak seniman longser mengungsi. Praktis kegiatan berkesenian mereka surut sejak itu. Baru pada tahun 1952, ketika Ateng Japar kembali ke Bandung dan pengungsiannya di Garut, Longser kembali mengisi hiburanbagi masyarakat Bandung dan sekitarnya.
            Sementara itu, Longser Ateng Japar tetap eksis berkeliling di wilayah pertunjukannya, walaupun tidak lagi seperti pada masa kejayaanya dahulu. Dewasa ini, Longser Ateng Japar tidak Lagi memiliki wilayah pertunjukan yang pasti. Bahkan dari hari ke hari semakin surut, walaupun belum dapat dikatakan punah sama sekali.
            Kembali ke longser, yang memiliki waktu pertunjukan tertentu. Secara umum dapat dikatakan bahwa waktu pertunjukan longser hampir sama dengan jenis teater rakyat lainnya. Yakni semalam suntuk. Namun, longser ditampilkannya antara pukul 20.00 WIB dan pukul 22.00 WIB. Awalnya longser menggunakan arena atau lapangan terbuka dengan penerangan oncor di tengahnya, oncor masih digunakan, tetapi lebih banyak di tampilkan di panggung proscenium di dalam gedung pertunjukan.
            Sisi sederhana dari longser adalah tata rias dan busananya . Tata rias dan busana longser tidak menonjol. Seperti biasa, para ronggengnya memakai tata rias yang sederhana tetapi cukup menor (mencolok). Sementara itu, tata rias untuk para bodor tipis dan seadanya. Bahkan kadangkala tidak berias sama sekali.

Penulis  : Azhar Hidayat
NIM       : 18123042
Sumber : Buku Deskripsi Kesenian Jawa Barat
Dokumentasi : LISSWA SMA PGRI 1 Bandung.

Tidak ada komentar: