Minggu, 12 Mei 2019

Kesenian Goong Renteng


Goong Renteng Embah Baandong

Goong renteng Embah Bandong adalah salah satu jenis gamelan khas masyarakat Sunda yang berusia sudah cukup tua, kesenian ini berasal darai desa Banjaran. Mengapa dikatakan Banjaran?  Karena , kesenian ini berada disitus perbatasan antara desa Batukarut dan Lebakwangi  kecamatan  Arjasari, kabupaten Bandung, sehingga sering disebut Desa Banjaran. Menurut wawancara saya dengan Mayang  A. Nurzaini bahwa ia telah melakukan wawancara langsung dengan salah seorang pengurus (Pupuhu/ketua) Sasaka Waruga Pusaka, yaitu Bapak H. Wawan. Menurut sejarah, dahulu ada seorang yang bernama Embah Manggung Dikusuma ia adalah seseorang yang haus ilmu-ilmu gaib, kemudian datang ke Desa Batukarut-Lebakwangi dan berguru kepada Embah Panggung sehingga dapat mengalahkan para kesatria yang ada didesa tersebut. Setelah itu Embah Manggung meminta izin kepada gurunya untuk pulang karena, ia belum meminta izin kepada orangtuanya untuk mengatakan bahwa ia betah didesa tersebut dan akan kembali lagi. Singkat cerita, setalah ia diizinkan untuk kembali dari Bandung ia membawa seperangkat goong renteng ke Desa Lebakwangi. Walaupun cerita ini belum diketahui kebenarannya tetapi cerita ini sudah adaa sejak dahulu dan dipercaya oleh masyarakat.

Goong renteng  adalah gabungan dari kata “goong” merupakan bahasaa Sunda kuno yang berarti gamelan dan “renteng”  berkaitan dengan penempatan penclon-penclon kolenang (bonang), yang diletakkan secara berderet/berjajar atau ngerenteng dalam Bahasa Sunda. Perangkat goong renteng terdiri dari beberapa waditra yaitu; bonang, saron, kecrek, beri, kempul dan goong. Dalam pertunjukan tertentu kadang juga dapat menggunakan  waditra kendang. Uniknya, untuk mendapatkan suara yang yang pas kesenian ini harus proses pelarasan terlebih dahulu menggunakan tanah liat yang ditekan-tekan menggunakan panakol kemudian dipukul-pukul untuk mengetahui suaranya sudah surup atau belum. Tanah liat digunakan untuk menutupi lubang-lubang kecil yang terdapat di penclon goong renteng yang berbahan dasar besi. Setelah itu, wilahan penclon disusun pada ancak yang sudah didasari oleh daun pisang manggala dengan tujuan agar suaranya lebih enak didengar. Setelah itu sebelum dimaikan goong renteng diberi olesan minyak dan ditaburi daun kering sebelum ditabuh, perawatan ini sudah dipercaya turun-temurun sejak dahulu.

Kemudian lagu-lagu yang dibawakan ada empat belas buah yaitu;
1.      Ganggong : Menceritakan keadaan jaman yang seisinya besar, serba luas.
2.      Gonjing Patala : Menceritakan gempa vulkanik ketika gunung sunda meletus.
3.      Pangkur : Menceritakan setelah gunung sunda meletus.
4.      Galumpit naek angina-angin : Menceritakan permukaan tanah bagian selatan gunung sunda retak bahkan amblas.
5.      Maleber : Menceritakan permukaan tanah acak-acakan amblas kea rah utara dan selatan sehingga terbentk gunung Malabar.
6.      Papadanan : Menceritakan bagian tahan yang amblas menjadi talagahiang.
7.      Bango Cocong (Pucung Lingkup) : V hewan-hewan yang hidup di talagahiang saat itu.
8.      Magatruk : Menceritakan ayah dan  anak yang sedang bingung memikirkan hal ilmu yang diterima dari wangsit.
9.      Asmarandana : Menceritakan ayah dan anak yang sedang ganderung oleh ilmu.
10.  Bujang Anom : Menceritakan pemuda ahli bertapa dating ke wilayah Tanjungwangi/Batukarut-Lebakwangi
11.  Joher (Galatik Nunut) : Menceritakan mengenai ilmu berupa sumber segalanya/cahaya dari sumber cahaya.
12.  Boyong : Menceritakan berhasilnya kebandangan/keboyongan/terbawa oleh ilmu yang dimaksud.
13.  Sodor : Menceritakan pemuda ahli bertapa menyampaikan hal ilmu yang didapaatkannya kepada sang ayah dan anak.
14.  Seseregan : Menceritakan rasa bahagia meraih ilmu yang diharapkan.
hagia meraih ilmu yang diharapkan.

Kesenian ini biasanya ditampilkan setahun satu kali pada saat 12 Rabiul awal pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW didesa Batukarut-Lebakwangi. Masyarakat sekitar menggunakan kesenian ini untuk ngerumat atau biasa dikenal sebagai kegiatan ngeruat. Hal ini bertujuan untuk  mensucikan dan membersihkan benda-benda pusaka yang disimpan rapih disitus Bumi Alit Kabuyutan yang berada dibawah pengolahan organisasi Sasaka Waruga Pusaka. Sebelum kegiatan ngarumat berlangsung seperangkat gamelan itu dibersihkan terlebih dahulu baru ditabuh karena, hanya pada kegiatan ngerumat-lah alat itu dapat dimainkan.
Prosesi tersebut dimulai sejak pagi oleh para sesepuh yang diawali dengan membersihkan barang-barang pusaka yang disimpan Bumi Alit Kabuyutan, setelah itu dilanjutkan ngerumat goong renteng dipinggiri pendopo Bumi Alit Kabuyutan. Beberapa sesepuh lainnya membersihkan perangkat goong renteng berupa penclon-pencelonkecil menggunakan air dari beberapa sumur yang berbeda, jeruk nipis, tebu, dan honje untuk menghilangkan karat pada barang-barang pusaka dan goong renteng itu sendiri. Setelah itu dikeringkan menggunakan kain berwarna putih lalu ditaburi sejenis bubuk daun kering dan diberi minyak wangi kemudian, dibawa ke pendopo untuk dilaraskan terlebih dahulu.
Uniknya menurut informasi yang saya dapatkan pada saat prosesi ngerumat dilaksanakan banyak anak-anak yang berada dikolong tempat pelaksanaan berlangsung dan banyak warga yang berdatangan untuk meminta air bekas cucian benda pusaka kemudian dimasukan kebotol air mineral atau ember yang mereka bawa dari rumah masing-masing konon katanya jika air yang mereka dapatkan digunakan untuk cuci muka atau mandi maka air tersebut dappat menambah kecerdasan, mudah mendapat jodoh dan membuat tanah menjadi subur.

Penulis : Asih Trilestari
Nim      : 18123015

Sumber : - wawancara dengan Mayang Amalia Nurzaini (mahasiswa ISBI Bandung smt VI)
   -Buku Deskripsi Kesenian Jawa Barat



Tidak ada komentar: