Jumat, 31 Mei 2019

Kesenian Pencak Silat

Kesenian Pencak Silat

Pencak silat merupakan salah satu jenis beladiri yg sudah cukup tua umur nya tetapi sampai saat ini belum kita dapat kan secara pasti kapan dan oleh siapa pencak silat itu di ciptakan, “silat” berasal dari jawabarat itu hanya sebagai sebutan didaerah saja seperti di minang disebut nya “sile” perbedaan pecak dan silat , pencak adalah permainan pancak kaki sedangkan silat adalah silaturahmi sehingga tercipta sebutan pecak silat .

Sejarah :

·         Zaman kerajaan hindu dan budha
Pada 1-Tsing hidup 7 orang guru agama budha yg amat terkenal dan salah seorang diantara nya adalah syakyakirti yg berdiam di sriwijaya kesemua nya itu membuktikan, betapa tinggi nya kebudayaan indonesia terutama di bidang sastra dan rohaniah serta adaanya interaksi kebudayaan antara bangsa-bangsa. Pada umum nya pendeta budha pada waktu itu seperti kiyai-kiyai sekarang, mahir juga dalam ilmu silat yg menjadi bagian dari ilmu rohaninya. Bahwa semua jenis beladiri di asia itu bersumber di daratan asia selatan terutama di pusat-pusat agama hindu budha karena silat itu selalu beranzaskan agama, kerohanian, dan kebatinan, sedangkan pencak nya atas gerak dasarnya mengambil cara beladiri dari hewan.
·         Zaman kerajaan islam
               Pada zaman prabu Erlangga dikerjaan kahuripan, yg terleak antara sidoarjo-porong tahun     1019-1041, pencak silat disebut Eh Hok Hik yg arti nya “maju melangkah memukul” Prabu Erlangga adalah seprang pendekar yg ulung. Memang pada zaman dahulu para raja bangsawan, kesatria dan praajurit wajib memiliki ilmu beladiri, makin tinggi kedudukan seseorang, mein tinggi pula lah kecakapaan beladiri nya. Termansyurlah kecakapan Prabu Jayanegara dengan pengawal kraaton nya yg disebut Bhayangkari, yg merupakan  himpunan dari para pendekar dan kesatria yg memiliki dan digembleng dalam ilmu beladiri yg tangguh.
Perkembangan aspek seni dan beladiri
Dalam perkembangan nya pencak silat mempunyai banyak banyak corak dan ragam nya yg dipengaruhi oleh berbagai sifat etnisdan alam lingkungan yg berbeda namun mempunyai kesatuan kebudayaan. Seni ialah hasil budi daya manusia yg didasarkan pada ilmu, ketrampilan dan bakat untuk mencapai tujuan atau perasaan secara optimal.
Pencak silat ditinjau dari sudut seni, harus mempunyai keselarasan,keserasian dan keseimbangan antara Wirama, Wirasa, dan Wiraga atau dengan kata lain adanya keserasian antara estetika dan irama. Di dalam Pencak Silat aspek seni, diajarkan ada dan sopan santun dengan langkah-langkah persembahan untuk memberikan penghormatan kepada yg patut dihormati, menanamkan perasaan yg halus dengan tangan yg lemah gemulai, tetapi sewaktu-waktu dapat bersifat kasar dan keras..
Perkembangan aspek olahraga
Olahraga merupakan salah satu aspek dari pencak silat, dimana bila kita memperhatikan sikap dan gerak nya, dilakukan kaidah-kaidah tertentu, yg teratur dan sistematis, serta mempunyai tujuan-tujuan yg tertentu pula, memungkin kan seluruh anggota badan dapat bergerak dan terlatih dengan teratur dan seimbang, sehingga merupakan suatu kegiatan jasmani, suatu pergerakan badan yg menyeluruh, dengan gerakan yg harmonis, sehingga mempunyai nilai-nilai olahraga dan termasuk olahraga yg sempurna, dibanding beladiri yg lain, karena disamping olahraga, maka aspek seni tidak  akan ditinggal bahkan merupakan penunjang utama.
Fungsi Pencak silat
·         Olahraga , semua anggota badan digerakan serta memelihara kesehatan badan, karena alat-alat organ tubuh aktif dan berlaatih, seperti paru-paru, jantung, kelenjar-kelenjar otot, pasca indra lain-lain.
·         Hiburan , silat juga bisa dikatakan hiburan karena silat bisa dikolaborasi kan dengaan alat musik Kendang anak, Kendang indung, Tarompet, Goong
·         Beladiri, silat bisa digunakan sebagai media beladiri disaat ada ancaman
Jurus – jurus
·         Kuda-kuda
·         Takis / Tangkis
·         Peupeuh
·         Beusot
·         Sikap pasang
·         Bandul , dll

Penulis : Anita Nur Rahma

Sumber materi  :Atep supriatna ig;@ateppamanah, buku sejarah perkembangan pencak silat oleh Drs.H. Hisbullah Rachman
Sumber gambar :@deanrivaldi_

Kesenian Tarawangsa


TARAWANGSA




                Di daerah sunda terdapat alat musik gesek yang keberadaannya telah lama sekali,yaitu tarawangsa.Keberadaan tarawangsa lebih tua daripada rebab,alat gesek lainnya.Naskah kuna Sewaka Darma dari awal abad ke-18(atau sebelum abad 15M)telah menyebut alat tarawangsa sebagai alat musik.Rebab yang muncul ditanah Jawa setelah jaman islam,atau sekitar abad ke-15 dan 16 adalah adaptasi dari alat musik gesek bangsa Arab yang dibawa oleh kaum penyebar islam dari Arab dan India.Setelah kemunculan rebab,tarawangsa,biasa pula disebut rebab jangkung,karena ukurran tarawangsa umumnya lebih tinggi daripada rebab.
                Tarawangsa adalah salah satu jenis kesenian rakyat yang ada di Jawa Barat istilah “tarawangsa”memiliki 2 pengertian sebagai alat musik gesek yang memiliki 2 dawai dari kawat baja atau besi merupakan nama dari salahsatu jenis musik tradisional sunda.Sebagai alat musik gesek tarawangsa dimainkan dengan cara digesek.Akan tetapi yang digesek hanya 1 dawai yakni dawai yang paling dekat dengan pemain sedangkan dawai lainnya dimainkan dengan cara dipetik dengan jari telunjuk tangan kiri.Sebagai nama bagi salah satu jenis musik tradisional sunda,tarawangsa merupakan sebuah ensambel kecil yang terdiri dari sebuah tarawangsa dan sebuah alat petik 7 dawai menyerupai kecapi,yang disebut jentreng.
                Kesenian tarawangsa hanya ditemukan dibeberapa daerah tertentu di Jwa Barat,yaitu daerah Rancakalong(Sumedang),Cibalong,Cipatujah(Tasikmalaya Selatan),Banjaran(Bandung),dan Kanekes(Banten Selatan)dalam kesenian tarawangsa didaerah cibalong dan cipatujah selain digunakan 2 jenis alat tersebut juga dilengkapi dengan 2 perangkat calungrantay,suling,dan juga nyanyian.
                Alat musik tarawangsa dimainkan dalam laras pelog sesuai dengan untuk mengundang DEWI SRI.Sedangkan lagu-lagu pilihan atau lagu-lagu yang tidak termasuk dalam lagu pokok antara lain Sur,Mataraman,Iringan-iringan(Tonggeret),Jemplang,Limbangan,Bangun,Lalayaan,Keratonan,Degung,Sirnagalih,Buncis,Pengairan,Dengdo,Angin-angin,Reundeu,Pagelaran,Ayun ambing,Reundeu reundam,Kembang gadung,Onde,Legon(Koromongan),panglima.
                Lagu-lagu tarawangsa di Rancakalong berjumlah jauh lebih banyak daripada lagu-lagu tarawangsa di Banjaran dan Cibalong.Lagu-lagu tarawangsa di Banjaran anatara lain pangrajah,panimang,bajing luncat,pangapungan,bojong koso,cukleuk.Sementara lagu-lagu tarawangsa di Cibalong antara lain salancar,ayun,cipinangan,mulang,manuk hejo,kang kiyai,aleuy,dan pangungsi.
                Sebagai mana telah disinggung dimuka,alat musik pokok kesenian tarawangsa terdiri dari tarawanga dan jentreng.Menurut system klasifikasi Curt Sachs dan Hombostel,tarawangsa diklasifikasikan sebagai chordophone,subklasifikasi neck-lute,dan jentreng diklasifikasikan juga sebagai chordophone,subklasifikasi zither.Sedangkan jika dilihat dari acara memainkannya tarawangsa diklasifikasikan sebagai alat musik petik.Alat musik tarawangsa terbuat dari kayu Kananga,jengkol,dadap,atau muncang.Dalam ensambel tarawangsa berfungsi sebagai pembawa melodi memainkan lagu sedangkan jentreng berfungsi sebagai pengiring.
                Pemain tarawangsa hanya terdiri dari 2 orang 1 pemain tarawangsa dan 1 orang dan 1 orang pemain jentreng.Semua pemain tarawangsa terdiri dari laki-laki dengan usia 50-60 tahunan.Mereka semua adalah petani.Biasanya tarawangsa disajikan berkaitan dengan upacara padi misalnya dalam ngalaksa yang berfungsi sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah.Dalam pertunjukannya tarawangsa biasanya melibatkan para petani yang terdiri dari laki-laki dan perempuan mereka menari secara teratur mula-mula sayhu/saman(laki-laki)lalu disusul para penari perempuan mereka bertugas ngalungsurken DEWI SRI dan para leluhur.Kemudian hadirin yang ada disekitar tempat pertunjukan juga ikut menari tarian tarawangsa tidak terikat ole aturan-aturan pokok kecuali gerakan-gerakan khusus yang dilakukan oleh sayhu dan penari perempuan yang merupakan symbol pemhormatan kepada dewi padi.

Penulis : ArtEthnic Team
Dokumentasi : Azhar Hidayat
Sumber : Deskripsi kesenian Jawa Barat

Senin, 20 Mei 2019

Kesenian Benjang


Kesenian Benjang
A.Sejarah Kesenian Benjang
  Seni benjang merupakan perkembangan seni terbangan yang dikenal oleh masyarakat Ujungberung pada tahun 1898-an. Bahkan salah satu tokoh kesenian benjang Abah Asep Bajir (pimpinan group Panca Komara) menyatakan bahwa kesenian benjang itu sudah dikenal oleh masyarakat Ujungberung pada abad ke 19. Kesenian ini kemudian tumbuh berkembang pada masyarakat tradisional agraris yang religius. Kemudian seni terbangan ini berkembang menjadi seni dogong yaitu permainan adu ketangkasan yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu yang biasa di pakai sebagai penumbuk padi atau masyarakat sunda menyebutnya halu. Seni dogong ini mengalami perubahan sebutan menjadi seni seredan.
  Laju perkembangan zaman mengantarkan jenis jenis kesenian di atas menjadi suatu kesenian yang disebut seni benjang yang di dalamnya telah terdapat unsur tari yang di kemas dalam bentuk gerakan gerakan pencak silat. Seni benjang dapat juga disebut sebagai seni pertunjukan yang dalam perjalanan keberadaannya bertopang pada budaya islam. Terbukti pada saat kesenian benjang lahir rata rata masyarakat sudah menganut agama islam. Hingga saat ini kesenian benjang masih mempunyai peranan penting bagi masyarakat Ujungberung, hal ini terbukti dengan menyebar luas nya sanggar sanggar atau organisasi yang khusus mewadahi kesenian benjang.
B.Perkembangan Seni Benjang di Ujungberung
Kesenian benjang ini dari zaman ke zaman memiliki beberapa pengembangan diantaranya yaitu seni benjang gulat atau gelut yang lahir pada tahun 1923-an, seni benjang helaran pada tahun 1938 dan seni topeng benjang pada tahun 1940-an  
•Benjang Gulat Ujungberung




Sumber: Ace suryaman
Benjang gulat adalah suatu seni bela diri tradisional yang memiliki ciri khas unik dibanding yang lainnya. Berbeda dengan pencak silat yang pertarungannya saling berjauhan, dalam benjang para pemain diharuskan merapat seperti dalam gulat. Benjang biasanya diadakan saat malam hari di tanah yang lapang atau juga halaman rumah. Seperti bela diri lainnya, benjang pun memiliki teknik-teknik dalam gerakannya. Ada teknik dengkek (menjepit leher), teknik ngangkat (mengangkat orang), dan teknik beulit (membelit kaki lawan dengan kaki kita). Teknik beulit sendiri ada 3 macam, yaitu beulit dalam, beulit luar dan beulit samping. Berbagai teknik kuncian ini tergolong sebagai teknik kuncian yang mematikan dalam seni bela diri. Untuk mengikuti gulat benjang ini harus memiliki keberanian dan kesanggupan menghadapi lawan dalam bertanding. Si pemenang akan menari atau ngibing sambil menunggu lawan berikutnya.
Seni benjang gulat ini mempunyai beberapa nilai penting karena didalamnya terdapat aspek bela diri, aspek olahraga dan aspek seni karena permainan ini diiringi oleh musik pengiring terdiri dari kendang, kecrek, terebangan, tarompet, goong dan bedug.






Sumber: Linggabuana 2018


•Benjang Helaran Ujungberung








Sumber : Anto Sumiarto







 
Sumber: Anto Sumiarto

Antusias masyarakat terhadap seni benjang gulat pada saat itu dimanfaatkan oleh beberapa seniman benjang yang mulai berfikir bahwa seni benjang memerlukan pembaharuan, terutama dari segi pertunjukan agar tidak terasa menoton. Salah satu tokoh yang mengembangkan seni benjang ini adalah Al Wasim dari kampung Ciwaru. Para pelaku seni benjang helaran berkeliling kampung, berjalan kaki sambil menyampaikan informasi pertunjukan tersebut melalui pengeras suara. Dalam menelusuri kampung atau sering disebut dengan arak arakan yang diiringi dengan musik waditra yang hampir sama dengan gulat benjang. Di dalam arak arakan benjang helaran terdiri dari malim yang berfungsi sebagai pawang benjang, kuda lumping, kepang, seseoran, bangbarongan, nayaga dan sinden.
•Topeng Benjang Ujungberung





Sumber: Anto Sumiarto







Sumber: Neng Maya

Kemunculan seni topeng dalam benjang diperkirakan pada tahun 1940-an yang pada awalnya ditampilkan sebagai pengisi kekosongan waktu setelah seni benjang helaran berakhir pada sore hari, sementara seni benjang gulat akan di pagelarkan pada malam hari. Maka dari itu seni tari topeng benjang hadir sebagai jembatan dari seni benjang helaran dan seni benjang gulat. Tari topeng dalam pertunjukan benjang helaran ini merupakan salah satu bentuk tarian yang dipertunjukan untuk hiburan dengan menggunakan properti topeng dengan berbagai karakter yang diambil dari tokoh tokoh wayang golek dengan menggunakan musik pengiring benjang. Dalam koreografi tari topeng benjang ini hampir menyerupai gerak gerak beladiri seperti gerakan yang terdapat pada pencak silat. Tari topeng benjang tumbuh dan berkembang di berbagai kelompok seni benjang dan keadaan seperti ini memberikan ruang yang cukup luas untuk masing masing kelompok seni benjang di berbagai wilayah Ujungberung untuk mengembangkan gerak tariannya agar semakin menarik dan mampu menjadi ciri khas yang berbeda dari kelompok yang lainnya. Hal inilah yang kemudian sampai saat ini diturunkan kepada para generasi penerusnya sehingga tidak adanya kesamaan gerak yang sama persis antara kelompok satu dengan lainnya.
Pertunjukan seni benjang menjadi satu kesatuan yang terdiri dari seni benjang helaran, yang kemudian dilanjutkan dengan seni topeng benjang dan diakhiri dengan seni benjang gulat, hingga kesenian ini  sampai dilakukan selama 24 jam.

C.Fungsi Kesenian Benjang
•Fungsi Ritual
Di awal perkembangan seni benjang yang berakal dari seni terbangan memang digunakan untuk acara acara yang bersifat religius. Kemudian bergeser menjadi seni yang dimainkan pada saat panen. Setelah pertengahan tahun 1920-an, saat seni benjang sudah terbentuk menjadi seni yang mandiri maka kegiatan ritual menjadi lebih sederhana berupa acara nyuguh menggunakan sesajen sebelum acara dimulai dan diakhiri dengan lagu kidung.
•Fungsi Hiburan dan Selamatan
Pada pertengahan tahun 1920-an bentuk seni benjang menjadi bentuk ilmu beladiri karena terpengaruh oleh olahraga wressteleun (gulat hindia belanda) kemudian orang menyebutnya seni benjang gulat. Sering dimainkan dan sering dipagelarkan. Penomena tersebut menjadikan seni benjang tidak lagi memiliki fungsi religius seperti pada awal perkembangannya. Tetapi sudah menjadi sarana hiburan. Bahkan pada tahun 1938 para seniman ronggeng doger dan ubrug mengembangkan seni benjang menjadi seni arak arakan.
•Fungsi Komersial
Mendekati pertengahan tahun 1950-an suhu politik semakin memanas tinggi mengakibatkan terjadinya perubahan sosial. Dari kondisi tersebut mengakibatkan lahirnya beberapa grup benjang baru. Namun perubahan sosial yang tinggi tidak dibarengi dengan naiknya perekonomian rakyat secara signifikan. Mengakibatkan kesenjangan sosial di tengah masyarakat yang berimbas terjadinya persaingan di antara grup benjang yang ada. Para penggiat seni yang tergabung dalam grup tersebut sebagian besar mencari nafkah bersama dengan grup nya. Kondisi seperti itu mengakibatkan seni menjadi barang komoditas dagangan yang diharapkan menjadi penopang kehidupan sehari hari sang seniman.
Penulis : Jaka Kusumah
Nim 18123022

Sumber :Skripsi dadang Hendra 2012, Winda handayani 2013

Kesenian Tembang Sunda Cianjuran

Tembang Sunda Cianjuran



Latara belakang Tembang Sunda Cianjuran  merupakan salah satu jenis kesenian tradisional sunda yang telah tumbuh dan berkembang cukup lama ditanah sunda terutama masyarakat Cianjur dan sampai saat ini menganggapnya Cianjuran itu lahir dan berkembang dipedalaman Cianjur Tembang Sunda Cianjuran memiliki ciri khas menggunakan Bahasa sunda yang halus dan berkembang pula yang dikenal dengan sebutan mamaos merupakan suatu jenis suara yang pada mulanya diperuntukan terbatas bagi para menak. Tembang adalah jenis suara yang iramanya bebas (merdika) walau dikatakan bebas tembang masih terikat oleh aturan - aturan yang ditentukan oleh bentuk - bentuk pupuh tembang liriknya termasuk kedalam bentuk pupuh guguritan yaitu yang telah mempunyai ikatan puisi tertentu termasuk bentuk - bentuk perpantunan Tembang Sunda Cianjuran pada umumnya menggunakan alat musik pengiring terdiri dari kacapi indung, suling, kacapi rincik dan rebab. Istilah wanda dalam Cianjuran terbagi dalam lima wanda yaitu papantunan, dedegungan, jejemplangan, rarancagan dan panambih. Kakawen diterima sebagai bagian dari Tembang Sunda Cianjuran wanda kakwen sejak tahun 20-Han telah hidup dalam iringan hitam melalui suara juru mamaos RD.Ihot dan RD. Sanusi wanda-wanda tersebut sengaja diberikan untuk membedakan bentuk dan alunan lagunya sejalan dengan bahan dasar proses awal pembentukan penciptanya.

Papantunan

Kelompok lagu wanda-wanda papantunan sering disebut dengan lagu-lagu padjadjaran lahirnya lagu papantunan dikarenakan oleh jangkar asar sumber mulai terlihat perwujudanya yaitu dari pentasan seni pantun dahulu pantun menggunakan kacapi perahu dan laras yang digunakan adalah surupan pelog .
Rarancagan

Seni tembang rancag di cianjur yaitu tatkala cianjur di perintah oleh bupati Enoh. Tembang rancag yaitu lagu-lagu dasar yang berlaku umum untuk melakukan setiap lagu pupuh yang hidup disunda katarancagan merupakan yang berarti seperti yaitu seperti halnya tembang rancag.
Dedegungan

Dedegungan berdasarkan pada wanda lagunya yaitu mengalun agung seperti alunan lagu degung. Adapun puncak ciptaanya dedegungan dapat dipastikan bukan terjadi ppada masa pancaniti melainkan tatkala Cianjur dibawah bupati R.A.A Prawira Direja II putra dalem Pancatini yang menjadi buah hati 1864 – 1910.
Jejemplangan

Jejemplang yang kemudian diulang menjadi jemplang jempling hal ini dihubungkan dengan cara penyajianya bahwa lagu wanda jejemplangan biasanya disajikan pada waktu menjelang tengah malam saat suasana lagi hening
Kakawen

Kakwen paling digunakan hanya lagu sebrakan penamaan kakawin itu mungkin saja hanya istilah penulis sendiri. Lagu - lagu kakawen menggunakan dua laras yaitu salendro dan pelog.

Lagu panambih

Lagu panambih lagu- lagu yang berirama tandak lagu ini digunakan sebagai pengisi waktu luang disaat penembang sedang beristirahat namun kini panambih telah menjadi bagian penting didalam penyajian tembang sunda Cianjuran dan senantiasa disajikan setelah selesai menyajikan lagu-lagu mamos.

Dalam perkembangan seni tembang sunda Cianjuran terdapa beberapa masalah yang dialami diantaranya kurang adanya upaya mengunggah dan mempertahankan tembang sunda Cianjuran sebagai seni warisan leluhur kita serta generasi muda yang kurang tertarik mengenal lebih dalam tentang tembang sunda ituh sendiri sehingga kemungkinan jika tidak ditangani Tembang Sunda Cianjuran perlahan akan dilupakan karena bagaimanapun generasi muda berperan penting dalam perkembangan Tembang Sunda Cianjuran untuk Kedepanya.

Penulis : Lathifah Shafiyyah
Nim : 18123006
Sumber : dari buku skripsi Elis Rosliani
Dokumentasi : Joejoen hadie soewanda , sebagai pamirig


Kesenian Calung


Calung

Calung adalah alat musik sunda yang merupakan prototipe dari angklung. Berbeda dari angklung, cara menabuh calung yaitu dengan memukul-mukul batang (wilayah) dari ruas-ruas (tabung bambu)  yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonic (da-mi-na-ti-la). Jenis bamboo untuk pembuatan calung kebanyakan adalah awi wulung (bambu berwarna ungu-kehitaman). Namun ada pula calung yang dibuat dari awi temen (bamboo berwarna putih).
Selain sebagai alat musik calung juga mempunyai pengertian seni pertunjukan. Ada dua bentuk calung sunda : Calung rantay dan calung jinjing.


Pada Calung rantay. Bilah tabung dideretkan dengan tali kulit waru (lulub) dari yang terbesar sampai yang terkecil, berjumlah 7 wilahan (7 ruas bambu atau lebih). Ada dua macam komposisi alat calung : satu deretan dan dua deretan ( calung indung dan calung anak/calung rincik. Cala memainkan calung rantai , calung dipukul dengan dua tangan sambil duduk bersila. Biasanya calung tersebut diikat dipohon atau di bilik rumah, misalnya calung rantay banjaran-bandung. Ada juga yang di buatkan ancak “dudukan “ khusus dari bambu/kayu, misalnya calung tara wangsa di cibalong dan cipatujah , Tasikmalaya, calung rantay di banjaran dan kanekes/Baduy.
Adapun calung jingjing Adalah waditra calung yang ditampilkan dengan cara dijinjing (tergantung) dipegang oleh tangan kiri jika akan dibunyikan, yang terbuat dari bahan bambu hitam (awi hideung) berlaraskan pelog, salendro dan madenda, dipasang tersusun dari nada terkecil sampai nada terbesar (soepandi dkk 1995:43).
Calung jinjing berbentuk deretan bambu bernada yang di satukan dengan sebilah kecil bamboo (panir). Calung jinjing terdiri dari empat atau lima buah, seperti calung kingking (terdiri dari 12 tabung bambu), calung panempas (5, 3 dan 2 tabung bambu), calung jongrong (5,3).
Latar Belakang Calung Jinjing
Eksistensi calung jinjing sebagai salah satu jenis seni pertunjukan hiburan merupakan hasil perkembangan dari suatu bentuk kesenian yang difungsikan untuk sarana upacara penghormatan Dewi Sri (Dewi Padi) yaitu calung rantai/renteng. Terjadinya perkembangan dalam calung rantai menjadi calung jinjing mengalami perubahan bentuk dan fungsi.
Perkembangan kesenian calung di Jawa Barat demikian pesat hingga ditambahkan beberapa alat music pada calung. Misalnya kosrek, kecapi, piul (biola) bahkan kibor dan gitar. Unsur vokal menjadi sangat dominan, sehingga bermunculan vokalis calung terkenal, seperti Adang Cengos dan Hendarso(Darso).


Waditra dan Pergelaran Calung Jinjing
Waditra  (peralatan)
Seni calung jinjing pada mulanya teridiri dari empat perangkat waditra yang secara keseluruhan memiliki susunan nada sekitar 4 oktaf atau 20 bilah (20 nada). Keempat perangkat waditra calung tersebut di anataranya; (1) Calung Kingking, (2) Calung Panempas, (3) Calung Jongjrong, (4) Calung Gonggong.
a.       Calung kingking
Calung kingking disebut juga calung melodi, terdiri dari 8 bilah nada yang disusun dengan ditusuk (digroyok/ditiir) dari urutan nada tertinggi (calung terkecil) sampai nada terendah (calung terbesar). Fungsi calung tersebut adalah sebagai pembawa melodi lagu.

b.      Calung Panempas
Calung panempas terdiri dari 5 bilah nada sambungan dari bilah nada terendah calung kingking. Kelima nada tersebut disusun dari urutan nada tertinggi/terkecil sampai nada terendah/terbesar. Fungsi dari calung panempas yaitu untuk menegaskan nada-nada pokok lagu yang disajikan. Dengan kata lain sebagai pengiring melodi (lagu).

c.       Calung Jongjrong
Calung jonjrong mempunyai 5 bilah nada sambungan dari nada terendah calung panempas yang terbagi dalam 2 bagian calung yang terpisah. Penyusun 5 nada dalam dua bagian tersebut yaitu nada tertinggi berturut-turut disusun disatukan dari bilahan terkecil sampai bilahan sampai tersebar nya, dan 2 nada terendah sebagai sambungannya disusun seperti itu. Fungsi dari calung jonjrong adalah untuk menegaskan nada-nada pokok suatu lagu sama dengan calung panempas dan kadang-kadang seperti fungsi kendang yaitu memberikan hiasan bunyi dan irama lagu.

d.      Calung Gonggong
Calung Gonggong merupakan calung terbesar dan terendah dalam urutan bilah nada calung jinjing. Calung tersebut terdiri dari dua bilah nada yang biasanya nada 1 (da) dan nada 4 (ti) yang dipergunakan sebagai goong.
Pergelaran 
Pergelaran calung jinjing awalnya merupakan seni pertunjukan karawitan yang mencakup       karawitan sekar dan karawitan gending (karawitan campuran). Dalam pertunjukannya menampilkan instrumentalia dan sekaran lagu-lagu dengan lirik siisndiran.


Penulis : Rere Lailatus Sholiha
Nim : 18123027
Sumber : Buku Deskripsi kesenian Jawa Barat
Skripsi "Grup Calung Darso" (Iman Herawandi)
Dokumentasi : Benny Herdian H (Pada saat Inaugurasi Arjuna)

Minggu, 19 Mei 2019

Keseanian Kuda Renggong


Kesenian Kuda Renggong

            Kesenian Kuda Renggong merupakan salah satu kesenian Traditional yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat kabupaten Sumedang, dengan menyandang fungsi sebagai sarana upacara khitanan, gusaran, dan penyambutan tamu. Dalam fungsinya sebagai sarana upacara khitanan, kesenian Kuda Renggong ini pada awalnya digunakan untuk mengarak pengantin sunat menuju ke pemandian. Namun pada pemandian saja tapi sudah dijadikan seni hiburan baik hiburan pada pesta sunatan maupun pada penyambutan tamu pada umumnya.

            Pada dasarnya apabila dilihat dari bentuknya, berupa sebuah arak-arakan yang di dalamnya mencakup unsur seni tari, baik gerak tari kuda maupun gerak tari manusia, seni musik dan busana. Pada penyajian dari kesenian tradisional ini terbagi atas tiga bagian. Pertama diwujudkan dalam pembukaan, kedua diwujudkan dalam sebuah helaran atau arak-arakan, dan ketiga diwujudkan dalam penutup dengan diadakannya atraksi Kuda Silat atau Nyarayuda.

            Kesenian Kuda Renggong perkembangannya mengalami tiga periode. Pertama merupakan awal kelahiran kesenian Kuda Renggong beserta pengiringannya dan tahap penjajakan, kedua menuju kepada kesempurnaan denga nada beberapa perubahan pada pendukungnya baik musik pengiring, gerak tari maupun properti. Ketiga dapat dikatakan mapan, namun pada periode ketiga ini adanya penggabungan musik pengiring kesenian Kuda Renggong yang khas Sunda dengan alat musik Barat yang dipergunakan untuk lagu-lagu Sunda. Dengan adanya alat musik barat perlu dianalisis tentang upaya penyelarasan alat peluluhan nadanya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui  perubahan-perubahan pada waditranya dan peluluhan nada apakh mendekati kesumbangan atau tidak? Ternyata setelah dianalisis bahwa pada dasarnya waditranya mengalami perubahan dan peluluhan nadanya ternyata lebih dominan sumbang.


            Pertunjukan Kuda Renggong dilaksanakan setelah anak sunat selesai diupacarai dan diberi doa, lalu dengan berpakaian wayang tokoh Gatotkaca, pangeran pakaian khas sunda dengan ciri menggunakan bendo(sejenis topi mirip blangkon, putri kerajaan penunggang perempuan di dandani layaknya putri raja ada juga pakaian yang mewakilkan budaya baru seperti peri bersayaplayaknya dongeng dari negri barat, dinaikan ke atas kuda Renggong lalu diarak meninggalkan rumahnya berkeliling, mengelilingi desa.
            Musik pengiring dengan penuh semangat mengiringi sambung menyambung dengan tembang-tembang yang dipilih, antara lain KalekedMojang GeulisRayak-rayakOle-ole BandungKembang BeureumKembang GadungJisamsu, dll. Sepanjang jalan Kuda Renggong bergerak menari dikelilingi oleh sejumlah orang yang terdiri dari anak-anak, juga remaja desa, bahkan orang-orang tua mengikuti irama musik yang semakin lama semakin meriah. Panas dan terik matahari seakan-akan tak menyurutkan mereka untuk terus bergerak menari dan bersorak sorai memeriahkan anak sunat. Kadangkala diselingi dengan ekspose Kuda Renggong menari, semakin terampil Kuda Renggong tersebut penonton semakin bersorak dan bertepuk tangan. Seringkali juga para penonton yang akan kaul dipersilahkan ikut menari.
            Setelah berkeliling desa, rombongan Kuda Renggong kembali ke rumah anak sunat, biasanya dengan lagu Pileuleuyan (perpisahan). Lagu tersebut dapat dilantunkan dalam bentuk instrumentalia atau dinyanyikan. Ketika anak sunat selesai diturunkan dari Kuda Renggong, biasanya dilanjutkan dengan acara saweran (menaburkan uang logam dan beras putih) yang menjadi acara yang ditunggu-tunggu, terutama oleh anak-anak desa.

Penulis : Azhar Hidayat
Nim :18123042
Sumber : Skripsi Kesenian Kuda Renggong yang disusun oleh Memed Ruswandi.
Dokumentasi : Muhammad Fariq

Kesenian Jaipongan


Kesenian Jaipongan


Istilah Jaipongan berasal dari cengah.Cengah yaitu suara yang dikeluarkan para pengrawit sebagai respon terhadap suara kendang untuk memperkaya warna musik Kliningan Karawang (kurniati,1955:6).Jaipong ditimbulkan dari suara kendang,jakinem dari suara kenong,dan jakinom dari suara goong kecil atau kempul.Akhirnya Gugum Gumbira memilih kata jaipong,sebab dari suara kendang itulah energitik muncul.

Ketika jaipong mencuat kepermukaan,setelah dipergunakan oleh Gugum Gumbira untuk memberi nama karya tarinya,tiba tiba banyak orang yang mengaku.Namun demikian protes-protes itu tidak berarti dimata Gugum maupun masyarakat banyak,karena Gugum Gumbiralah yang mempopulerkan jaipongan.Hal ini dipahami bahwa bila dasar penciptaan seni itu komunal,maka pasti saling mengklain.

Gugum akhirnya memutuskan memilih kata jaipongan untuk memberi nama karya pertamanya yang disebut”Ketuk Tilu Perkembangan”.Dalam konteks ini,jaipongan tidak memilliki arti apa-apa.Namun ada pula yang dikemudian hari yang memberi pengertian tentang jaipong dengan konotasi yang kurang baik.Biasanya kata-kata itu keluar dari ungkapan para nayaga yang sedang berkelakar(bercanda)terutama ditunjukan kepada perempuan.Jaipong berasal dari kata jipong,seperti ungkapan ini”awas siah dijipong geura”(awas nanti dijipong)jipong dalam konteks ini berarti”disetubuhi”(Gugum,wawancara,Bandung,10 Juni 2011).Akan tetapi,sebenarnya Gugum sama sekali menamakan tariannya bukan berorientasi pengertian tersebut,karena tafsiran pengertian jaipongan dengan konotasi negatif itu muncul setelah jaipongan populer.Ada juga yang menyebutkan bahwa jaipongan berasal dari kata ja dan jipong=da di jipong.Kata-kata tersebut digunakan dalam kelakar sehari hari oleh anak-anak yang bengal(nakal).Sambil berkata dijipong si pelaku ditepak pantatnya dengan gerak cepat.Menurut Djamhur informasi ini didapatkan dari Dimyati Kepala Seksi Kebudayaan Karawang tahun 1980-an (Djamhur,wawancara,Bandung,20 Desember 2011).Namun demikian,istilah jipong yang dikemukakan Djamhur tidak pernah ditemukan oleh Gugum Gumbira sendiri.Lagi-lagi istilah ini tidak dijadikan sebagai titik pijak pengambilan istilah jaipong untuk karya baru Gugum Gumbira.Gugum lebih berorientasi pada tepakan kendang.

Istilah jaipong baru dipergunakan pada tahun 1978,ketika Gugum Gumbira membuat karyanya yang diberi nama Keser Bojong.Disatu sisi,sajian tersebut sontak menuai protes dari berbagai kalangan masyarakat.Banyak yang menganggap bahwa dalam Tari Keser Bojong terdapat unsur erotisme,terutama dengan mencuatnya unsur 3G(gitek,geol dan goyang.Reaksi masyarakat dari berbagai kalangan mengenai sajian tari jaipongan sangat luar biasa.Sorotan tertuju pada masalah 3G dari para penari wanita yang dicuatkan oleh pemberitaan mass media.Padahal 3G ini bukan konsep yang ada dalam tari jaipongan,itu hanya asumsi para pemburu berita untuk memunculkan beritanya agar laku dibaca.Disisi lain,jaipongan disambut hangat oleh masyarakat terutama oleh masyarakat menengah ke bawah,masyarakat sunda berbondong-bondong ingin mempelajarinya.

Menurut Gugum Gumbira,mengatakan sebenarnya 3G dalam jaipongan itu tidak ada,yang ada justru dalam ketuk tilu seperti keplok cendol,uyeg dan lain-lain.Gerakan pinggul dalam jaipongan muncul secara alamiah yang diakibatkan dari teknik gerakan kaki,kalaulah tampak bergoyang maksudnya tiada lain dari pernyataan keluwesan seorang wanita (Gumbira dalam Suyudi,Pikiran Rakyat,18 Januari 1984,hlm.1).

Penulis : Novia Nur Fitri
Nim : 18123043
Sumber : Skripsi Een Herdiani
Dokumentasi : Jaka Kusumah

Genjring Bonyok


                                                Genjring Bonyok

Istilah genjring bonyok adalah berasal dari kata “Genjring dan Bonyok”.Genjring merupakan sebuah waditra berkulit yang memakai anting-anting yang terbuat dari besi atau perunggu sebagai penghias seperti rebana.Sedangkan kata Bonyok menurut Deden,Sarja dan Edih A.S,memiliki dua pengertian yaitu pertama,merupakan nama sebuah kampung yang terletak di desa Pangsor,kecamatan Pangaden Kabupaten Subang,dan kedua kata bonyok sering disebut pula oleh masyarakat Subang dengan sebutan “ronyok”,yang mengandung pengertian berkerumun.Pengertian kedua ini,dapat ditelusuri dari adanya kerumunan pihak penonton genjring bonyok,dan terjadinya jalinan musikal tepakan genjring dengan pukulan bedug,serta alat musik lainnya.



Menurut penuturan Deden,Edih A.S., dan Sarja,kesenian genjring bonyok telah diwarisi masyarakat Subang,awalnya diciptakan sekitar tahun 1960-an di kampung Bunut,desa Pangsor kecamatan Pangaden kabupaten Subang.Namun mayarakat Subang sebelum menciptakan kesenian genjring bonyok,terlebih dahulu mengenal kesenian yang hampir sejenis menggunakan alat musik genjring dan bedug,yang merupakan sarana hiburan pada acara pernikahan dan acara khitanan,yaitu kesenian tanjidor,adem ayem,genjring rudat,gembyung.Demikian pula dituturkan oleh Edih A.S., bahwa yang melatar belakangi lahirnya kesenian Genjring Bonyok yaitu dari kesenian tanjidor,yakni pada tahun 1960.Tetapi setelah beberapa personil tanjidor,khususnya pemain alat tiup meninggal dunia (terombon dan seksofon),dan tanpa ada penggantinya maka pada tahun 1968 peranan alat tiup ini diganti dengan alat tiup tarompet,yang biasa pada masyarakat Subang digunakan pada kesenian Sisingaan dan kendang penca.Dengan adanya penggantian alat musik ini,maka terciptalah penggantian nama baru yaitu “Genjring Bonyok”.

Genjring Bonyok merupakan jenis kesenian tradisional yang awalnya bersifat helaran,yaitu dipertunjukan dalam bentuk arak-arakan mendampingi kesenian sisingaan untuk mengarak anak-anak sunat dalam upacara khitan,pada siang hari atau sore hari.Namun pada perkembangannya sekarang,seni genjring bonyok banyak digunakan pada acara-acara yang ditampilkan di atas panggung seperti:penyambutan tamu,perayaan hari nasional,festival dan hiburan lainnya.Genjring Bonyok adalah salah satu jenis seni karawitan sunda.Adapun alat musiknya terdiri dari:3 buah genjring,1 buah bedug,kendang,1 buah terompet,ketuk,kecrek,dan 2 buah goong terdiri dari kempul (goong kecil) dan goong besar serta dilengkapi dengan seorang pesinden.Hal yang menarik dari kesenian ini,secara musikal mempunyai ciri khas,terutama pada pola tabuhan genjring dan bedug.

Bentuk penyajian genjring bonyok mengalami perubahan sangat pesat.Baik perubahan pada materi sajian maupun yang berhubungan dengan teknik penyajiannya.Penyajian genjring bonyok dalam acara anak sunatan yaitu dinaikan keatas sisingaan,kemudian diarak mengeliling.Waktu penyajiannya dimulai,biasa dilakukan setelah menampillkan tari-tarian dan atraksi kesenian sisingaan,yang bertempat dihalaman rumah yang punya hajat.Penonton pada saat itu berkumpul mengelilingi kelompok grup sisingaan setelah selesai penmpilan atraksi sisingaan tersebut,maka dimulailah acara mengarak dan sekaligus dimulai pula penampilan genjring bonyok,dengan diawali lagu “gederan” sebagai musik pembuka,yang berfungsi sebagai media untuk menarik perhatian penonton.Setelah usai penampilan lagu “gederan”,dilanjutkan dengan acara arak-arakan.Hal yang menarik setelah menampilkan lagu pembuka “gederan”penonton akhirnya teragi dua yaitu ada penonton yang senang ikut menari di sisingaan da tertarik ikut menari di kesenian genjrig bonyok.Hal yang menarik lain,yaitu kedua jenis kesenian ini dimainkan secara bersamaan dalam tempat yang sama tanpa ada pembatas,amun kedua pemusik ataupun kedua pihak penonton yang terlibat ikut menari,tampaknya tidak merasa terganggu,melainkan asik dengan penyajian masing-masing.

Selesai menampilkan lagu pembuka,dilanjutkan peampilan lagu-lagu untuk arak-arakan antara lain:lagu-lagu yang khusunya menjadi ciri khas genjring bonyok seperti ,gotrok,kuntul biru,adem ayem,torondol,kansreng,sintern,bentang lima,mapay roko,dan  juga menampilkan lagu-lagu dari kesenian ketuk tilu,jaipongan dan dangdut.

Penulis : Novia Nur Fitri
Nim : 18123043
Sumber : Skripsi Elsa Sukmini
Dokumentasi : Mochammad Viqie

Jumat, 17 Mei 2019

Kesenian Bangkong Reang


KESENIAN BANGKONG REANG


Dari segi  istilah bahasa bahwa Bangkong Reang terdiri dari 2 suku kata yaitu  Bangkong  dan  Reang. Bangkong  itu adalah nama hewan dalam bahasa sunda bila di atikan kepada bahasa indonesia adalah Katak, sedangkan Reang  adalah suara yang gaduh atau ramai. Katak atau Bangkong adalah  hewan amfibia yang paling dikenal di seluruh indonesia. Katak yang dimaksud dalam seni Bangkong reang  ini berjenis katak sawah. Katak sawah ialah katak yang biasanya hidup di sawah-sawah, rawa, parit dan juga selokan, sampai ke rawa-rawa bakau.  Nama ilmiah katak sawah biasa disebut fejervarya cancrivora.

A.    ASAL-USUL KESENIAN BANGKONG REANG
Banyak versi mengenai asal-usul kesenian Bangkong Reang, hal ini disebabkan karena kuranya sumber data mengenai kesenian Bangkong Reang. Wiradireja berpendapat bahwa :
Kesenian Bangkong Reang sudah lama keberadaanya, tetapi baru terungkap pada tahun 1978 dan baru di pagelarkan secara khusus tahu 1990 di Kabupaten Cianjur. Asal muasal tersebut,seorang tokoh kesenian Bangkong Reang, pergi ke suatu tempat dengan bermaksud ingin mecari bahan bambu untuk alat musik  Calung. Tetapi entah mengapa bambu tersebut jatuh ke permukaan tanah dengan sendirinya dan disitu tersengarlah suara seperti bunyi Bangjong  (katak). Ada pun lahirnya kesenian tersebut dari daerah Ciwidey.
            Beda halnya dengan versi yang berkembang di Daerah Ciwidey, Meman Subiana berpendapat bahwa :
 Kesenian Bangkong Reang  sudah ada sekitar pada tahun 1935 untuk megisi kekosongan waktu masyarakat petani di Desa Lebak Muncang , seperti mengembala hewan ternak, menunggu hasil panen dari sawah, dan berladang. Keenian Bangkong Reang  ini diperkenalkan pada masyaraka pertama kali oleh Idi (alm)  dan Meman pada tathun 1951 dalam loba yang  di beri nama “panca marga”  tingkat Kecamartan Ciwidey, kesenian bangkong Reang ini sebagai perwakilan dari Desa Lebak Muncang kampung Cijaura.






B.     ASPEK-ASPEK KARAWITAN DI KESENIAN BANGKONG REANG

1.      Waditra dan fungsinya
Waditra atau bisa juga disebut alat tetabuhan atau instrumen. Waditra yang dipergunakan dalam seni Bangkong Reang ini termasuk ke golongan alat yang tidak bernada.  Waditra yang biasa di pakai dalam kesenian Bangkong Reang  adalah  ruas hiji, ruas tilu, ruas opat, borogododol jalu, borogododol bikang, kolotok dan belentuk. Dan selanjutnya berkembang dengan penambahan waditra kendang, goong, dan tarompet.

A.    Kolotok
kolotok ini juga salah satu waditra yang  ada di kesenian Bangkong Reang. Kolotok  ini juga sering digunakan dikesenian calung  sebagai alat tambahan.  Waditra  ini juga sebagai patokan untuk Waditra  yang lainya, cara memainkan kolotok  dengan cara di pukul dengan menggunakan panakol. Waditra  ini dibuat dari bahan kayu dengan ukurn panjang 13 cm dan dia meter 21 cm dan 8 cm.

B.     Bangkong reang
Bangkong Reang di buat dari bambu wulung (bambu hitamberbentuk seperti huruf U dalam berbagai ukuran. Bangkong Reang  biasanya palingb sedikit dimainkan oleh 6 orang dan maksimalnya 12 orang. Bangkong Reang yang di main kan oleh 6 orang pemain tersebut diantara nya sebagai berikut :
1.      Bangkong Reang Tugu
Tugu memiliki panjang 72 cm dengan diameter 5 cm dan panjang lubang U 38 cm.

2.      Bangkong Reang Galimer
Galimer memiliki ukuran panjang 8cm dengan diameter 5 cm dan
panjang lubang U 38 cm.

3.      Bangong Reang Petit
Petit memiliki ukuran panjang 87 cm dengan diameter 5 cm dan panjang lubang U 40 cm.
4.      Bangkong Reang Bem
Bem memiliki ukuran panjang 93 cm dengan diameter 5 cm dan panjang lubang U 54 cm.

5.      Bangkong Reang Pangwilit
Pangliwit memiliki ukuran panjang 97 cm dengan diameter 5 cm dan panjang lubang U 59 cm.

6.      Bangkong Reang Engklok
Engklok memiliki ukuran panjang 104 cm dengan diameter 5 cm dan panjang lubang U 64 cm.
Suara yang dihasilkan dari masing-masing  Bangkong Reang ini tergantung Panjang dan diameter. Semakin besar ukuran tersebut maka nadanya semakin rendah  suara yang diahsilkanya,sebaliknya jika makin kecil ukuran semakin tinggi suara yang di hasilkanya
Penulis  : Muhammad Fariq
Nim      : 18123033
Sumber  : Skripsi Dian Candra Purnama
Foto        : Dokumen Pribadi (Grup Bangkong Reang Sri Tunggal Bandung)